Gangguan Mental Factitious Disorder terhadap Pelajar


Gangguan Mental Factitious Disorder terhadap Pelajar
Gangguan Mental Factitious Disorder terhadap Pelajar(Ilustrasi: Unsplash.com)

Sebagai generasi milenial kita tentu tidak bisa terhindar dari keseharian dalam penggunaan platform media sosial. Disana kita bisa memposting apa saja entah itu foto, video, ataupun kutipan kalimat yang menghibur dan memotivasi. 

Namun kenyataannya media sosial lebih banyak digunakan sebagai tempat mengeluarkan keluh kesah, terutama anak muda yang masih duduk di bangku sekolah SMP & SMA.

Banyak pelajar yang sering mengeluh di media sosial karena adanya sesuatu yang membuat waktu istirahat atau pun bermain mereka terganggu, seperti banyak tugas, sistem full day school, dan manajemen waktu.

Selain itu juga di masa ini pelajar sudah mengenal yang namanya cinta, yang mana cinta bisa membuat bahagia namun ketika kita sudah disakiti oleh cinta maka kita akan merasa cinta ini sebagai malapetaka.

Kalian patut waspada, sebab gangguan mental yang disebut Factitious Disorder, bisa terjadi pada siapa saja.

Ingin Mendapatkan Perhatian Dari Orang Lain

Factitious Disorder atau gangguan buatan sebenarnya merupakan gangguan kejiwaan yang sering dialami pasien di rumah sakit yang sering berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisinya untuk mendapatkan perhatian medis. Namun, seiring dengan perkembangan kehidupan sosial, gangguan psikis semacam ini juga kerap dijumpai lewat media sosial.

Mereka yang mengalaminya akan sering mengeluh sakit padahal sebenarnya baik-baik saja, kemudian mengunggahnya lewat media sosial. Penderita Factitious Disorder tidak ragu berbohong tentang kondisinya hanya untuk mendapatkan simpati dan perlakukan baik dari keluarga, teman-teman, termasuk lawan jenis untuk berbagai tujuan.

Menurut laman kesehatan Mayoclinic.org, Factitious Disorder masuk ke dalam gangguan mental serius. Pura-pura sakit ini bisa dalam taraf ringan, berat, bahkan hingga cenderung melukai diri sendiri hanya untuk meyakinkan orang lain bahwa dirinya sakit dan butuh perawatan.

Tak Bisa Menghadapi Masalah Kehidupan Nyata

Alasan seseorang sampai sengaja berpura-pura sakit untuk mendapatkan perhatian lewat media sosial bisa terjadi karena mereka tidak mampu mengadapi masalah di kehiduan nyata.

Seseorang mengalami Factitious Disorder juga bisa terjadi akibat pengalaman masa lalu seperti trauma masa kecil karena kekerasan dan penelantaran orang di sekitarnya seperti orang tua, atau bisa juga karena pernah menjadi korban Bullying.

Parahnya jika tidak segera diatasi, penderita Factitious Disorder akan semakin menarik diri dari kehidupan nyata atau mengurung diri, sebab mereka merasa lebih nyaman dengan eksistensinya di lingkungan virtual.

Cara Mengobatinya

Tingkat keberhasilannya sangatlah kecil. Jika penderita sudah menyadari kondisinya dan ingin melakukan perawatan, tahap pertama yang harus dilakukan adalah berusaha mengubah perilakunya. 

Hal ini bertujuan mengurangi frekuensi penyalahgunaan segala sesuatu yang berhubungan dengan medis. Upaya pengobatan tersebut dapat dilakukan melalui psikoterapi atau konseling.

Pengobatan berfokus untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang dilakukan dengan Cognitive-Behavioral Therapy (CBT). Terapi keluarga juga diperlukan agar keluarga tidak membenarkan perilaku pasien. 

Setelah target tersebut tercapai, perawatan dilakukan dengan tujuan lain, yaitu menyelesaikan masalah psikologis yang bisa menjadi pemicu timbulnya Factitious Disorder. Selain itu, perawatan juga dilakukan agar pasien terhindar dari prosedur medis berbahaya, seperti operasi yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Harap diingat bahwa tidak ada obat yang dapat menyembuhkan Factitious Disorder. Obat-obatan hanya diberikan apabila dokter menemukan adanya penyakit kejiwaan pada pasien, seperti depresi atau gangguan kecemasan. Penggunaan obat-obatan perlu dipantau secara hati-hati. Pasalnya, penderita juga berisiko menyalahgunakan obat tersebut.

Cara Mencegahnya

Hingga saat ini, belum diketahui cara yang bisa dilakukan sebagai cara mencegah Factitious Disorder. Pasalnya, penyebabnya pun tidak bisa dijelaskan dengan pasti. Meskipun begitu kita jangan sampai berlebihan ketika mengeluh, jangan sampai kita terlena oleh kesedihan yang kita buat hanya untuk mendapat belas kasihan dari orang lain. 

Kita harus menatap ke depan dan bangkit untuk menjalani hidup dan menyelesaikan masalah yang ada, ada kalanya masalah jangan dipendam sendiri, lebih baik diceritakan ke teman yang dapat dipercaya, dan juga lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah agar hati dan pikiran menjadi tenang.

Penulis: Rizky Firmansyah (Kelas XII IPS 3)
                                                           

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama